Beberapa hari yang lalu saya
mendatangi sebuah puskesmas untuk mengantarkan nenek berobat. Entah mengapa
walapunkondisi gedung-gedung puskesmas
di Jakarta sudah membaik namun setiap kali ke puskesmas muncul rasa sedih.
Setiap kali ke puskesmas tetap saja menjumpai pemandangan yang sama. Mulai dari
pelayanan puskesmas hingga prilaku orang dalam menjaga kesehatannya.
Beberapa kali pada hari itu, saya dapati pasien-pasien yang kebingunan
harus kemana jika ingin mendaftar berobat. Ada lagi kebingungan harus kemana
setelah mendaftar. Walaupun di depan pintu masuk sudah diletakkan sebuah papan
besar petunjuk alur pelayanan namun agaknya papan besar ini kurang dipahami
pasien. Bahkan di tempat itu pula sudah disediakan meja resepsionis yang
kosong. Pasien bingung dengan papan-papan itu atau hal kebalikan, pasien tidak
berkemauan untuk membaca papan-papan itu. Aah seandainya di dekat pintu masuk
di depan papan itu ada petugas resepsionis atau help desk yang memberikan informasi kepada pasien yang
kebingungan...! Aah seandainya juga satu dari beberapa petugas parkir (security) yang ada bisa lebih tertarik
membantu di meja resepsionis ketimbang menengadahkan tangan di halaman parkir
puskesmas.
Gedung Puskesmas (hanya Ilustrasi) |
Mungkin waktu tunggu yang paling lama dalam memperoleh pelayanan di
puskesmas adalah waktu pendaftaran. Setiap orang mengumpulkan dan menumpuk KTP
atau kartu anggota puskesmas di setiap loket-loket pendaftaran. Bangku-bangku
yang disediakan terisi penuh, bahkan sampai ada yang berdiri di sisi-sisi
tembok ruang tunggu. Menunggu 30 menit s.d 2 jam mungkin untuk dipanggil dan
ditanyakan Siapa yang sakit Pak? Sakit apa? Punya KTP daerah sini gak Pak? Untuk
selanjutnya diberi nomor antrian ke setiap poli rujukan. Sayang-nya terkadang
proses pendaftaran yang sudah baik pun terlihat tidak menarik ketika jumlah
peng-antre membludak atau mereka tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk
menunggu sehingga seringkali menimbulkan kegelisahan, kepanikan, atau cekcok kecil
di masing-masing loket antrean. Maklum tingkat kesabaran setiap orang kan
beda-beda ya...! Aah seandainya puskesmas juga menerapkan sistem antrean
terkomputerisasi layaknya di rumah sakit besar. Aah seandainya ruangan tunggu
itu lebih besar dan rakyat-nya mau lebih sedikit bersabar atau pihak sebaliknya
mengerti bahwa si sakit butuh penanganan segera.
Kesedihan yang paling-paling
adalah ketika melihat pemandangan banyak sekali jumlah pasien yang datang. Apa ada
hubungannya dengan hari-hari tertentu. Konon katanya jika ingin ke puskesmas
jangan hari senin, karena pasti jumlah pasiennya akan lebih banyak ketimbang
hari-hari yang lain. Sedih karena melihat seorang pasien yang hanya maag-nya
kambuh datang ke puskesmas sambil ketawa-ketiwi dan berceloteh ria dengan
pasien lainnya. Tetapi apalah, saya mungkin tidak mengetahui seberapa besar rasa
sakit yang di derita pasien itu sehingga ia memutuskan untuk datang ke
puskesmas. Yang lebih saya khawatirkan adalah ketika pasien-pasein yang
mengalami penyakit-penyakit ringan atau yang sifat-nya berulang jadi
menggampangkan untuk datang ke puskesmas.
Ada suatu dilema ketika
pemerintah memberikan fasilitas pengobatan murah atau gratis. Ini bukan berarti
saya tidak setuju dengan fasilitas kesehatan yang diberikan pemerintah ya...!
Dilema yang dimaksud adalah masyarakat jadi malas menjaga kesehatannya dan
lebih mengedepankan pengobatan ketimbang pencegahan karena pengobatan sudah
murah. Semoga kekhawatiran itu segera
sirna. Semoga pemberian fasilitas kesehatan dengan harga terjangkau tidak akan
mengubah pandangan bahwa “sehat itu
anugerah yang tak ternilai harganya jadi sudah sepatut-nya kita menjaga-nya”.
Pengobatan juga merupakan bentuk menjaga kesehatan namun sebagaimana pepatah
bijak yang mengatakan “mencegah lebih
baik daripada mengobati”, mencegah lebih diutamakan dari pada mengobati.
Perlu kesadaran bersama untuk saling mengingatkan bahwa kita perlu menjaga
kesehatan dan perlu mencegah terjadinya kesakitan demi mewujudkan suatu bangsa
yang sehat jasmani dan rohani. Teringat saya akan pesan seorang guru yang
senantiasa mengingatkan kepada murid-muridnya bahwa sehat itu akan terasa
bernilai ketika kita sakit dan jadikan itu sebagai pelajaran. Jargon yang
sering Beliau sampaikan kepada murid-murid-nya adalah “mari bugar sepanjang
usia”.
"Mari Bugar Di Sepanjang Usia"
That’s it itu yang saya rasakan
ketika beberapa waktu lalu mengunjungi sebuah puskesmas. Tulisan ini hanya
pandangan saya semata dan tentunya tidak bersifat ilmiah....! tulisan ini juga sama sekali tidak ditujukan untuk menyinggung siapa-pun baik petugas kesehatan ataupun kita sebagai pasien. Namun pesan yang ingin saya sampaikan adalah yuk sebagai anggota masyarakat kita saling membantu. Membantu apa? Membantu mengingatkan
dalam menjaga kesehatan, membantu orang yang kebingungan di puskesmas, dan
membantu memberikan informasi yang benar seputar pelayanan
kesehatan.....tentunya untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang sehat jasmani dan
rohani....Semangat Indonesia....!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar