Mari berbagi cerita, inspirasi, ilmu pengetahuan dan pengalaman...!

Rabu, 03 Juli 2013

Pergi Ke Puskesmas



Beberapa hari yang lalu saya mendatangi sebuah puskesmas untuk mengantarkan nenek berobat. Entah mengapa walapunkondisi  gedung-gedung puskesmas di Jakarta sudah membaik namun setiap kali ke puskesmas muncul rasa sedih. Setiap kali ke puskesmas tetap saja menjumpai pemandangan yang sama. Mulai dari pelayanan puskesmas hingga prilaku orang dalam menjaga kesehatannya.

Beberapa kali pada hari itu,  saya dapati pasien-pasien yang kebingunan harus kemana jika ingin mendaftar berobat. Ada lagi kebingungan harus kemana setelah mendaftar. Walaupun di depan pintu masuk sudah diletakkan sebuah papan besar petunjuk alur pelayanan namun agaknya papan besar ini kurang dipahami pasien. Bahkan di tempat itu pula sudah disediakan meja resepsionis yang kosong. Pasien bingung dengan papan-papan itu atau hal kebalikan, pasien tidak berkemauan untuk membaca papan-papan itu. Aah seandainya di dekat pintu masuk di depan papan itu ada petugas resepsionis atau help desk yang memberikan informasi kepada pasien yang kebingungan...! Aah seandainya juga satu dari beberapa petugas parkir (security) yang ada bisa lebih tertarik membantu di meja resepsionis ketimbang menengadahkan tangan di halaman parkir puskesmas.


Gedung Puskesmas (hanya Ilustrasi)

Mungkin waktu tunggu  yang paling lama dalam memperoleh pelayanan di puskesmas adalah waktu pendaftaran. Setiap orang mengumpulkan dan menumpuk KTP atau kartu anggota puskesmas di setiap loket-loket pendaftaran. Bangku-bangku yang disediakan terisi penuh, bahkan sampai ada yang berdiri di sisi-sisi tembok ruang tunggu. Menunggu 30 menit s.d 2 jam mungkin untuk dipanggil dan ditanyakan Siapa yang sakit Pak? Sakit apa? Punya KTP daerah sini gak Pak? Untuk selanjutnya diberi nomor antrian ke setiap poli rujukan. Sayang-nya terkadang proses pendaftaran yang sudah baik pun terlihat tidak menarik ketika jumlah peng-antre membludak atau mereka tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk menunggu sehingga seringkali menimbulkan kegelisahan, kepanikan, atau cekcok kecil di masing-masing loket antrean. Maklum tingkat kesabaran setiap orang kan beda-beda ya...! Aah seandainya puskesmas juga menerapkan sistem antrean terkomputerisasi layaknya di rumah sakit besar. Aah seandainya ruangan tunggu itu lebih besar dan rakyat-nya mau lebih sedikit bersabar atau pihak sebaliknya mengerti bahwa si sakit butuh penanganan segera.

Kesedihan yang paling-paling adalah ketika melihat pemandangan banyak sekali jumlah pasien yang datang. Apa ada hubungannya dengan hari-hari tertentu. Konon katanya jika ingin ke puskesmas jangan hari senin, karena pasti jumlah pasiennya akan lebih banyak ketimbang hari-hari yang lain. Sedih karena melihat seorang pasien yang hanya maag-nya kambuh datang ke puskesmas sambil ketawa-ketiwi dan berceloteh ria dengan pasien lainnya. Tetapi apalah, saya mungkin tidak mengetahui seberapa besar rasa sakit yang di derita pasien itu sehingga ia memutuskan untuk datang ke puskesmas. Yang lebih saya khawatirkan adalah ketika pasien-pasein yang mengalami penyakit-penyakit ringan atau yang sifat-nya berulang jadi menggampangkan untuk datang ke puskesmas. 

Ada suatu dilema ketika pemerintah memberikan fasilitas pengobatan murah atau gratis. Ini bukan berarti saya tidak setuju dengan fasilitas kesehatan yang diberikan pemerintah ya...! Dilema yang dimaksud adalah masyarakat jadi malas menjaga kesehatannya dan lebih mengedepankan pengobatan ketimbang pencegahan karena pengobatan sudah murah.  Semoga kekhawatiran itu segera sirna. Semoga pemberian fasilitas kesehatan dengan harga terjangkau tidak akan mengubah pandangan bahwa “sehat itu anugerah yang tak ternilai harganya jadi sudah sepatut-nya kita menjaga-nya”. Pengobatan juga merupakan bentuk menjaga kesehatan namun sebagaimana pepatah bijak yang mengatakan “mencegah lebih baik daripada mengobati”, mencegah lebih diutamakan dari pada mengobati. Perlu kesadaran bersama untuk saling mengingatkan bahwa kita perlu menjaga kesehatan dan perlu mencegah terjadinya kesakitan demi mewujudkan suatu bangsa yang sehat jasmani dan rohani. Teringat saya akan pesan seorang guru yang senantiasa mengingatkan kepada murid-muridnya bahwa sehat itu akan terasa bernilai ketika kita sakit dan jadikan itu sebagai pelajaran. Jargon yang sering Beliau sampaikan kepada murid-murid-nya adalah “mari bugar sepanjang usia”. 


"Mari Bugar Di Sepanjang Usia"

That’s it itu yang saya rasakan ketika beberapa waktu lalu mengunjungi sebuah puskesmas. Tulisan ini hanya pandangan saya semata dan tentunya tidak bersifat ilmiah....! tulisan ini juga sama sekali tidak ditujukan untuk menyinggung siapa-pun baik petugas kesehatan ataupun kita sebagai pasien. Namun pesan yang ingin saya sampaikan adalah yuk sebagai anggota masyarakat kita saling membantu. Membantu apa? Membantu mengingatkan dalam menjaga kesehatan, membantu orang yang kebingungan di puskesmas, dan membantu memberikan informasi yang benar seputar pelayanan kesehatan.....tentunya untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang sehat jasmani dan rohani....Semangat Indonesia....!
0

0 comments:

Posting Komentar