Apa kabar kawan....!
Tulisan ini berasal dari kunjungan saya dan teman-teman ke Bursa Efek
Indonesia (BEI) dalam rangka acara “guest
lecture” untuk mata kuliah kepemimpinan. Dalam kunjungan tersebut kami
berkesempatan bertemu langsung dengan direktur BEI yaitu Bapak Ito Warsito.
Beliau berkenaan untuk membagikan pengalaman kepemimpinan beliau selama dua
periode di BEI. Nah...karena isinya bagus jadi saya coba bagikan juga ke
kawan-kawan semua.
Leadership is about influance
Seorang sarjanawan barat berpendapat bahwa leadership is about infulance, kepemimpinan adalah menyangkut
keberpengaruhan. Kepemimpinan bukan lagi soal jabatan, jabatan hanyalah bentuk
legitimasi dari hak memimpin. Oleh karenanya seseorang yang memimpin karena
memiliki jabatan lebih cocok disebut sebagai pimpinan. Sementara itu seseorang
yang memiliki keberpengaruhan kepada orang-orang lain bisa disebut pemimpin.
Sebagai contoh Artis A yang memiliki pengaruh dalam berpenampilan dan menjadi trendsetter model pakaian ZY bagi
orang-orang yang mengaguminya bisa dikatakan sebagai pemimpin dalam model
berpakaian ZY. Walaupun artis A tidak pernah diangkat secara resmi untuk
menjadi pimpinan penggemar model pakaian ZY. Itulah mengapa seorang pimpinan
tidak bisa sepenuh hati diikuti oleh para anak buah-nya. Namun jika ia memiliki
pengaruh kepada anak buah-nya dan didukung oleh legitimasi jabatan maka akan
semakin kuat-lah kepemimpinan seorang pemimpin.
Dulu orang beranggapan bahwa kepemimpinan itu adalah anugerah istimewa
yang diberikan Tuhan kepada orang-orang tertentu. Namun saat ini ketika
pendidikan dan arus informasi semakin pesat, anggapan tersbut mulai
ditinggalkan orang. Pemimpin itu bisa dibentuk dan kepemimpinan itu bisa
dipelajari. Semua orang bisa dibentuk dan diajari untuk menjadi seorang
pemimpin dan bahkan Tuhan memberikan potensi kepemimpinan pada masing-masing
individu manusia.
Ki Hajar Dewantara |
Banyak sekali teori kepemimpinan yang bisa kita jumpai di dunia
akademis ataupun praktik. Teori-teori tersebut berusaha memecahkan ataupun
memperkenalkan model kepemimpinan yang paripurna yang dapat mengantarkan tiap
organisasi pada tujuan keberadaannya. Layaknya bidang studi yang lain,
teori-teori yang populer di dalam studi kepemimpinan juga didominasi oleh
teori-teori yang dikemukakan oleh sarjanawan barat. Sebut saja John Maxwell
yang sudah banyak menelurkan dan memperkenalkan teori kepemimpinan efektif.
Tiga Ajaran Ki Hajar Dewantara
Namun tak disangka, Indonesia yang terkenal akan kekayaan alam dan
seni-nya, juga memiliki kearifan lokal dan falsafah hidup yang dapat
dikembangkan menjadi sebuah teori kepemimpinan. Sebut saja tiga ajaran Ki Hajar
Dewantara yang cukup kita kenal sewaktu dibangku sekolah dulu. Tiga ajaran yang
juga kita bisa terapkan di dalam kepemimpinan kita di suatu organisasi.
Ing Ngarsa Sung Tulada
Ajaran pertama adalah ing ngarso sung tulodo atau di depan menjadi
teladan. Ketika seorang pemimpin berdiri di depan para pengikutnya maka ia
harus bisa memberikan teladan yang baik. Perbuatannya, perkataannya, diamnya,
dan hal-hal lainnya nantinya akan dijadikan sebagai patokan atau diikuti oleh
para pengikutnya. Bahkan orang luar mungkin akan melihat gambaran umum
organisasi dari perilaku pemimpinnya.
Dari teladan yang baik diharapkan bisa memberikan pengaruh yang baik bagi
individu-indivdu yang dimimpinnya dan lebih jauh lagi seluruh organisasi.
Ing Madya Mangun Karsa
Ajaran kedua adalah Ing Madya Mangun Karsa atau di tengah sebagai
penggerak atau inisiator. Ketika seorang pemimpin berada ditengah-tengah
pengikutnya maka ia hendaknya bisa memberikan semangat bergerak, penyemangat
perubahan, dan memberikan solusi atau perekat seluruh pengikut-pengikutnya.
Seorang pemimpin dituntut untuk bisa merangkul semua orang yang ada di dalam
suatu organisasi dan memanfaatkan seluruh sumber daya organisasi untuk kemajuan
organisasi.
Tut Wuri Handayani
Ajaran ketiga adalah Tut Wuri Handayani atau di belakang memberikan
dorongan. Ketika seorang pemimpin berada di belakang setiap orang maka ia
hendaknya dapat memberikan dorongan/motivasi kepada para pengikurnya.
Memotivasi para pengikutnya agar terus bergerak, memberikan pengajaran dan
pendidikan kepada para pengikutnya itu. Seorang pemimpin pada posisi ini juga
hendaknya bisa memberikan dukungan kepada setiap orang dalam organisasi untuk
terus berkarya. Mendukung pengembangan pendidikan atau keahlian bawahan
misalnya.