Cerita ini sebenarnya udah lama banget ada di laptop saya...ini kisah nyata gimana cerita orang malaysia bayar pajak. Saya sih berharap bahwa membayar pajak di Indonesia suatu saat bisa seperti ini juga dan bahkan bisa lebih baik...!
Kerja sebagai TKI di negeri jiran
tentu disamping mendapatkan hak berupa penghasilan rutin per bulannya juga kena
kewajiban membayar pajak yang dibayar setahun sekali. Yang dimaksud tentunya adalah
pajak penghasilan (disini disebut cukai pendapatan). Tulisan ini adalah cerita
berbagi pengalaman tentang proses bayar pajak di Malaysia yang semuanya sudah
serba elektronik, suatu manifestasi e-government (yang konon juga akan
diterapkan di Indonesia dua tahun lagi bagi yang punya NPWP). Anggap lah ini
selingan yang di-ada-ada-kan daripada menjadi ‘pengaggum’ cerita kesaktian
pegawai pajak macam Gayus yang legendaris itu.
Yang berhubungan dengan vitalnya
sistem e-government di Malaysia adalah sudah diterapkannya sistem administrasi
kependudukan yang lebih baik dibanding di Indonesia. Sejak lebih dari tiga
puluh tahun lalu mereka menerapkan nomor induk penduduk yang unik, yang
digunakan untuk berbagai sistem administrasi warga negaranya seperti untuk
kartus identitas, pendidikan, pemilihan umum, passport, SIM, sampai kepada
nomor induk pajak. Pada saat dimulai, terjadi kerja yang luar biasa dalam skala
negara Malaysia dimana semua penduduk di berbagai pelosok di data untuk
mendapatkan nomor induk (suatu hal yang sama juga akan terjadi di Indonesia
dengan kebijakan proyek nomor induk penduduk oleh Kemendagri). Ada satu cerita
dari universitas tempat bekerja mengenai indentitas passport (nomor passport)
mahasiswa dari Indonesia yang ternyata berubah bila passport-nya diganti
(karena habis masa berlakunya) sesuatu yang aneh karena tidak menunjukkan nomor
identifikasi unik yang bisa terus dipakai. Untuk yang non-Malaysia, saat
berhubungan dengan pelayanan sistem pemerintahan termasuk dengan kantor pajak maka
nomor passport lah yang menjadi identitas.
Seperti halnya sistem pajak di
berbagai negara yang lazim berlaku, jenis pajak yang harus dibayar warga negara
salah satunya adalah pajak tidak langsung. Yaitu bila kita mengkonsumsi barang
yang dinikmati atau menggunakan jasa yang digunakan (misal pajak makan di
restoran seperti McD adalah 5% dari total pembelian, lebih kecil dibanding di
Indonesia yang 10%). Jenis pajak lainnya adalah pajak langsung, yaitu yang
dikenakan pada individu berdasar dari penghasilan yang didapat secara reguler.
Besarnya cukai pendapatan yang harus dibayar oleh seorang eskpatriat yang
bekerja di Malaysia mempunyai rentang maksimum mencapai 27%; terdapat
pengecualian bila si pegawai asing lokasi kerjanya di wilayah Iskandar Malaysia
(wilayah pengembangan kota baru Iskandar yang terletak di negara bagian Johor
bagian selatan yang berdekatan dengan Singapura) dan mulai bekerja pada tahun
2008, dimana maksimal penghasilan kena pajaknya adakah 15%. Ini merupakan
insentif untuk memenuhi kebutuhan tenaga profesional di wilayah yang sedang
dikembangkan; untungnya UTM termasuk pula dalam lingkup wilayah ini, sehingga
bisa mendapat nominal berbeda yang harus dibayar nanti.
Saat ini penghasilan per kapita
warga Malaysia per tahunnya adalah US $ 7500 atau sekitar Rp 67,5 juta; sebagai
perbandingan pendapatan per kapita Indonesia di kurun yang sama per
tahunnya adalah US $ 3000 atau sekitar
Rp 27 juta (yang menunjukkan secara rata-ratanya rakyat Malaysia saat ini lebih
makmur). Dari jumlah di atas batas minimal penghasilan yang kena pajak di
Malaysia adalah RM 20 ribu (Rp 56 juta); yaitu jumlah sisa penghasilan per
tahun setelah dikurangi berbagai kewajiban yang harus dibayarkan oleh individu
wajib pajak di Malaysia.
Sekitar bulan Maret tiap tahunnya,
pihak majikan memberikan laporan penghasilan setiap pegawai yang didapat selama
setahun sebelumnya. Data ini berisi gaji pokok, tunjangan dan pendapatan lain
yang diperoleh secara rinci; pemberian data ini tentu untuk memudahkan tiap
pegawai dalam mengisi data pembayaran pajak bagi Lembaga Hasil Dalam Negeri
-LHDN (income revenue office atau kantor pajaknya Malaysia). Untuk melaporkan
pendapatan LHDN sebenarnya bisa dilakukan secara manual dengan mengisi form dan
mengirimkannya ke kantor pajak (seperti yang dilakukan di Indonesia saat ini);
namun lebih mudah dan prosesnya otomatis bila mengisinya secara online. Maka
yang perlu dilakukan adalah meminta akses ke websitenya melalui kirim email ke
pin@hasil.gov.my dengan akun email resmi tempat kerja. Dalam email tersebut
perlu dijelaskan identitas kita yaitu nama lengkap, nomor passport, alamat,
majikan, nomor telpon dan tax reference number [nomor unik yang diberikan oleh
kantor pajak ke majikan]. Dalam waktu
singkat mereka akan membalas email, dan akan meminta konfirmasi kembali.
Setelah nomor pin diberikan, maka
akses bisa dilakukan kapan saja ke laman web resmi LHDN untuk pembayaran pajak
penghasilan di https://e.hasil.gov.my.
Selanjutnya, pengisian data di web dimulai dengan data dasar seperti
konfimasi nama, alamat, tempat kerja, nomor rekening bank dan status
perkawinan. Terdapat dua bagian besar pengisian data pajak penghasilan, yaitu
yang pertama jumlah total penghasilan kena pajak (gaji pokok dan penghasilan
lainnya; sedangkan tunjangan tidak dikenai pajak). Bagian kedua adalah
pengeluaran yang akan mengurangi penghasilan kena pajak, bagian ini lah yang
menunjukkan politik perpajakan yang diterapkan negara yang berbeda dan jelas
menunjukkan kualitas sistem pemerintahan yang dijalankannya juga.
Di bagian kedua ini secara
bertahap website menanyakan berbagai pengeluaran yang akan mengurangi total
pendapatan pertahun secara otomatis. Yang langsung dikurangi adalah biaya hidup
untuk keluarga, baik sebagai pribadi, membiayai anak dan istri (atau istri-istri
bila melakukan poligami). Berikutnya adalah ditanyakan hal yang berhubungan
dengan aktivitas sumbangan (derma) dan hadiah yang diberikan ke pihak lain;
yang bisa dihitung untuk mengurangi pajak ini adalah sumbangan finansial kepada
pemerintah, organisasi, perpustakaan, fasilitas orang kurang upaya, kegiatan
olahraga, biaya perobatan maupun pemberian hadiah berupa artifak, manuskrip,
lukisan ke lembaga yang diakui.
Hal berikutnya yang bisa
menyebabkan berkurangnya kewajiban membayar pajak ke pemerintah Malaysia
adalah: membantu biaya pengobatan orang tua (maksimum per tahun RM 5000);
peralatan dasar yang membantu aktivitas untuk diri sendiri, keluarga maupun
orang tua yg perlu dibeli karena sakit (kursi roda, kacamata; batasnya RM 5000
per tahun); biaya kuliah di tingkat pasca sarjana (maksimal RM 5 ribu);
pembelian buku/majalah/jurnal/penerbitan untuk keluarga (maks seribu ringgit);
pembelian komputer pribadi (RM 3 ribu, dan hanya boleh diklaim setiap tiga
tahun); membeli alat olahraga (maks RM 300); asuransi pendidikan anak (maks RM 3 ribu); dan
terakhir adakah zakat yang dibayarkan (tanpa batas maksimal).
Bila melihat berbagai fasilitas
pengurangan pajak di atas terlihat bahwa Pemerintah Malaysia mempunyai
prioritas yang jelas dalam kehidupan warganya. Misal pengurangan pajak yang
berhubungan dengan biaya kuliah pasca sarjana dan beli buku jelas memberikan
insentif bagi warganya untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat (life long
learner) yang akan meningkatkan sumber daya manusia negara secara keseluruhan.
Keringanan yang didapat bila membeli komputer (PC ataupun laptop), adalah upaya
jelas untuk meningkatkan kadar computeracy masyarakat dan menjadikan komunitas
akrab dengan teknologi. Hal yang sama dengan alat olahraga, tentu pemerintah
menginginkan warganya yang sehat jasmani (yang juga akan mengurangi beban
anggaran biaya kesehatan). Tidak adanya pagu untuk zakat, menunjukkan kebijakan
yang memihak dan mendukung umat Islam untuk menjalankan ibadah dan jelas ini
mengejawantahkan warga negara untuk menjadi muslim yang baik (umat Islam yang
baik adalah yang menjalankan rukun Iman, dan hubungannya dengan zakat
menunjukkan anda harus ‘kaya’ supaya menjadi umat yang taat beragama).
Setelah mengisi formulir
elektronik itu, maka secara otomatis website akan menghitung berapa saldo
penghasilan yang akan kena pajak. Bila didapatkan angka yang berada di bawah
batas minimum kena pajak, maka kita tidak harus membayar pajak pada tahun
tersebut. Pada saat yang sama, masing-masing pegawai setiap bulannya secara rutin
dilakukan pemotongan gaji untuk membayar pajak oleh majikan (nominal yang
dipotong adalah perkiraan kasar yang nanti harus dibayar di tahun berikutnya,
serta supaya wajib pajak tidak kaget harus membayar sekaligus dalam jumlah
besar); bila disebutkan tidak perlu
membayar pajak, maka uang yang rutin dipotong itu akan dikembalikan beberapa
bulan kemudian dalam bentuk cek ke alamat tempat kerja.
Sehubungan dengan pengisian data
secara elektronik, maka tentu akan jadi pertanyaan, bagaimana kalau data yang
diberikan tidak benar/palsu dengan tujuan untuk menghindari pajak yang harus
dibayarkan? Tentu sebelum cek diberikan ke wajib pajak, pihak LHDN akan
melakukan pemeriksaan apakah isinya rasional atau ngibul; yang kedua adalah
mereka akan datang ke rumah wajib pajak untuk memeriksa bukti
pembayaran/kuitansi/resit tentang berbagai pengeluaran yang disebutkan. Misal,
bila disebutkan punya komputer baru; apakah benar membeli komputer? tentu akan
ditanyakan mana komputernya dan bukti pembelian; demikian juga dengan bukti
telah membayar zakat, lembaga mana yang menerima uang zakatnya dan mana tanda
terimanya. Bila didapati ternyata tidak cukup bukti atau malah melakukan
manipulasi, maka resikonya pun jelas, bayar pajak yang sesungguhnya sekaligus
juga dendanya.