Mari berbagi cerita, inspirasi, ilmu pengetahuan dan pengalaman...!

Senin, 15 Juli 2013

Quote Ki Hajar Dewantara buat Kepemimpinan



Apa kabar kawan....!
Tulisan ini berasal dari kunjungan saya dan teman-teman ke Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam rangka acara “guest lecture” untuk mata kuliah kepemimpinan. Dalam kunjungan tersebut kami berkesempatan bertemu langsung dengan direktur BEI yaitu Bapak Ito Warsito. Beliau berkenaan untuk membagikan pengalaman kepemimpinan beliau selama dua periode di BEI. Nah...karena isinya bagus jadi saya coba bagikan juga ke kawan-kawan semua.

Leadership is about influance
Seorang sarjanawan barat berpendapat bahwa leadership is about infulance, kepemimpinan adalah menyangkut keberpengaruhan. Kepemimpinan bukan lagi soal jabatan, jabatan hanyalah bentuk legitimasi dari hak memimpin. Oleh karenanya seseorang yang memimpin karena memiliki jabatan lebih cocok disebut sebagai pimpinan. Sementara itu seseorang yang memiliki keberpengaruhan kepada orang-orang lain bisa disebut pemimpin. Sebagai contoh Artis A yang memiliki pengaruh dalam berpenampilan dan menjadi trendsetter model pakaian ZY bagi orang-orang yang mengaguminya bisa dikatakan sebagai pemimpin dalam model berpakaian ZY. Walaupun artis A tidak pernah diangkat secara resmi untuk menjadi pimpinan penggemar model pakaian ZY. Itulah mengapa seorang pimpinan tidak bisa sepenuh hati diikuti oleh para anak buah-nya. Namun jika ia memiliki pengaruh kepada anak buah-nya dan didukung oleh legitimasi jabatan maka akan semakin kuat-lah kepemimpinan seorang pemimpin.

Dulu orang beranggapan bahwa kepemimpinan itu adalah anugerah istimewa yang diberikan Tuhan kepada orang-orang tertentu. Namun saat ini ketika pendidikan dan arus informasi semakin pesat, anggapan tersbut mulai ditinggalkan orang. Pemimpin itu bisa dibentuk dan kepemimpinan itu bisa dipelajari. Semua orang bisa dibentuk dan diajari untuk menjadi seorang pemimpin dan bahkan Tuhan memberikan potensi kepemimpinan pada masing-masing individu manusia.

Ki Hajar Dewantara
Banyak sekali teori kepemimpinan yang bisa kita jumpai di dunia akademis ataupun praktik. Teori-teori tersebut berusaha memecahkan ataupun memperkenalkan model kepemimpinan yang paripurna yang dapat mengantarkan tiap organisasi pada tujuan keberadaannya. Layaknya bidang studi yang lain, teori-teori yang populer di dalam studi kepemimpinan juga didominasi oleh teori-teori yang dikemukakan oleh sarjanawan barat. Sebut saja John Maxwell yang sudah banyak menelurkan dan memperkenalkan teori kepemimpinan efektif.

Tiga Ajaran Ki Hajar Dewantara
Namun tak disangka, Indonesia yang terkenal akan kekayaan alam dan seni-nya, juga memiliki kearifan lokal dan falsafah hidup yang dapat dikembangkan menjadi sebuah teori kepemimpinan. Sebut saja tiga ajaran Ki Hajar Dewantara yang cukup kita kenal sewaktu dibangku sekolah dulu. Tiga ajaran yang juga kita bisa terapkan di dalam kepemimpinan kita di suatu organisasi.

Ing Ngarsa Sung Tulada
Ajaran pertama adalah ing ngarso sung tulodo atau di depan menjadi teladan. Ketika seorang pemimpin berdiri di depan para pengikutnya maka ia harus bisa memberikan teladan yang baik. Perbuatannya, perkataannya, diamnya, dan hal-hal lainnya nantinya akan dijadikan sebagai patokan atau diikuti oleh para pengikutnya. Bahkan orang luar mungkin akan melihat gambaran umum organisasi  dari perilaku pemimpinnya. Dari teladan yang baik diharapkan bisa memberikan pengaruh yang baik bagi individu-indivdu yang dimimpinnya dan lebih jauh lagi seluruh organisasi.

Ing Madya Mangun Karsa
Ajaran kedua adalah Ing Madya Mangun Karsa atau di tengah sebagai penggerak atau inisiator. Ketika seorang pemimpin berada ditengah-tengah pengikutnya maka ia hendaknya bisa memberikan semangat bergerak, penyemangat perubahan, dan memberikan solusi atau perekat seluruh pengikut-pengikutnya. Seorang pemimpin dituntut untuk bisa merangkul semua orang yang ada di dalam suatu organisasi dan memanfaatkan seluruh sumber daya organisasi untuk kemajuan organisasi.

Tut Wuri Handayani
Ajaran ketiga adalah Tut Wuri Handayani atau di belakang memberikan dorongan. Ketika seorang pemimpin berada di belakang setiap orang maka ia hendaknya dapat memberikan dorongan/motivasi kepada para pengikurnya. Memotivasi para pengikutnya agar terus bergerak, memberikan pengajaran dan pendidikan kepada para pengikutnya itu. Seorang pemimpin pada posisi ini juga hendaknya bisa memberikan dukungan kepada setiap orang dalam organisasi untuk terus berkarya. Mendukung pengembangan pendidikan atau keahlian bawahan misalnya.

Rabu, 03 Juli 2013

Pergi Ke Puskesmas



Beberapa hari yang lalu saya mendatangi sebuah puskesmas untuk mengantarkan nenek berobat. Entah mengapa walapunkondisi  gedung-gedung puskesmas di Jakarta sudah membaik namun setiap kali ke puskesmas muncul rasa sedih. Setiap kali ke puskesmas tetap saja menjumpai pemandangan yang sama. Mulai dari pelayanan puskesmas hingga prilaku orang dalam menjaga kesehatannya.

Beberapa kali pada hari itu,  saya dapati pasien-pasien yang kebingunan harus kemana jika ingin mendaftar berobat. Ada lagi kebingungan harus kemana setelah mendaftar. Walaupun di depan pintu masuk sudah diletakkan sebuah papan besar petunjuk alur pelayanan namun agaknya papan besar ini kurang dipahami pasien. Bahkan di tempat itu pula sudah disediakan meja resepsionis yang kosong. Pasien bingung dengan papan-papan itu atau hal kebalikan, pasien tidak berkemauan untuk membaca papan-papan itu. Aah seandainya di dekat pintu masuk di depan papan itu ada petugas resepsionis atau help desk yang memberikan informasi kepada pasien yang kebingungan...! Aah seandainya juga satu dari beberapa petugas parkir (security) yang ada bisa lebih tertarik membantu di meja resepsionis ketimbang menengadahkan tangan di halaman parkir puskesmas.


Gedung Puskesmas (hanya Ilustrasi)

Mungkin waktu tunggu  yang paling lama dalam memperoleh pelayanan di puskesmas adalah waktu pendaftaran. Setiap orang mengumpulkan dan menumpuk KTP atau kartu anggota puskesmas di setiap loket-loket pendaftaran. Bangku-bangku yang disediakan terisi penuh, bahkan sampai ada yang berdiri di sisi-sisi tembok ruang tunggu. Menunggu 30 menit s.d 2 jam mungkin untuk dipanggil dan ditanyakan Siapa yang sakit Pak? Sakit apa? Punya KTP daerah sini gak Pak? Untuk selanjutnya diberi nomor antrian ke setiap poli rujukan. Sayang-nya terkadang proses pendaftaran yang sudah baik pun terlihat tidak menarik ketika jumlah peng-antre membludak atau mereka tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk menunggu sehingga seringkali menimbulkan kegelisahan, kepanikan, atau cekcok kecil di masing-masing loket antrean. Maklum tingkat kesabaran setiap orang kan beda-beda ya...! Aah seandainya puskesmas juga menerapkan sistem antrean terkomputerisasi layaknya di rumah sakit besar. Aah seandainya ruangan tunggu itu lebih besar dan rakyat-nya mau lebih sedikit bersabar atau pihak sebaliknya mengerti bahwa si sakit butuh penanganan segera.

Kesedihan yang paling-paling adalah ketika melihat pemandangan banyak sekali jumlah pasien yang datang. Apa ada hubungannya dengan hari-hari tertentu. Konon katanya jika ingin ke puskesmas jangan hari senin, karena pasti jumlah pasiennya akan lebih banyak ketimbang hari-hari yang lain. Sedih karena melihat seorang pasien yang hanya maag-nya kambuh datang ke puskesmas sambil ketawa-ketiwi dan berceloteh ria dengan pasien lainnya. Tetapi apalah, saya mungkin tidak mengetahui seberapa besar rasa sakit yang di derita pasien itu sehingga ia memutuskan untuk datang ke puskesmas. Yang lebih saya khawatirkan adalah ketika pasien-pasein yang mengalami penyakit-penyakit ringan atau yang sifat-nya berulang jadi menggampangkan untuk datang ke puskesmas. 

Ada suatu dilema ketika pemerintah memberikan fasilitas pengobatan murah atau gratis. Ini bukan berarti saya tidak setuju dengan fasilitas kesehatan yang diberikan pemerintah ya...! Dilema yang dimaksud adalah masyarakat jadi malas menjaga kesehatannya dan lebih mengedepankan pengobatan ketimbang pencegahan karena pengobatan sudah murah.  Semoga kekhawatiran itu segera sirna. Semoga pemberian fasilitas kesehatan dengan harga terjangkau tidak akan mengubah pandangan bahwa “sehat itu anugerah yang tak ternilai harganya jadi sudah sepatut-nya kita menjaga-nya”. Pengobatan juga merupakan bentuk menjaga kesehatan namun sebagaimana pepatah bijak yang mengatakan “mencegah lebih baik daripada mengobati”, mencegah lebih diutamakan dari pada mengobati. Perlu kesadaran bersama untuk saling mengingatkan bahwa kita perlu menjaga kesehatan dan perlu mencegah terjadinya kesakitan demi mewujudkan suatu bangsa yang sehat jasmani dan rohani. Teringat saya akan pesan seorang guru yang senantiasa mengingatkan kepada murid-muridnya bahwa sehat itu akan terasa bernilai ketika kita sakit dan jadikan itu sebagai pelajaran. Jargon yang sering Beliau sampaikan kepada murid-murid-nya adalah “mari bugar sepanjang usia”. 


"Mari Bugar Di Sepanjang Usia"

That’s it itu yang saya rasakan ketika beberapa waktu lalu mengunjungi sebuah puskesmas. Tulisan ini hanya pandangan saya semata dan tentunya tidak bersifat ilmiah....! tulisan ini juga sama sekali tidak ditujukan untuk menyinggung siapa-pun baik petugas kesehatan ataupun kita sebagai pasien. Namun pesan yang ingin saya sampaikan adalah yuk sebagai anggota masyarakat kita saling membantu. Membantu apa? Membantu mengingatkan dalam menjaga kesehatan, membantu orang yang kebingungan di puskesmas, dan membantu memberikan informasi yang benar seputar pelayanan kesehatan.....tentunya untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang sehat jasmani dan rohani....Semangat Indonesia....!
0